Sabtu, 02 April 2016

Kajian Kurikulum



UTS
(KAJIAN KURIKULUM)


Oleh

MUTOHAROH  
 (13040564056)



UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
PRODI SOSIOLOGI
2015



Miris, 50% Tenaga Kerja di Indonesia Lulusan SD
Maikel Jefriando – detik finance
Jumat, 07/02/2014 17:20 WIB
                                                           
Miris, 50% Tenaga Kerja di Indonesia Lulusan SD

Ilustrasi
Jakarta -50% tenaga kerja di Indonesia merupakan lulusan sekolah dasar (SD). Dampaknya kurang mendukung terhadap perkembangan industrialisasi di Indonesia karena hanya mampu mendukung sector padat karya.

Menteri PPN/Kepala
Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan sector industri yang seperti itu memiliki konstribusi yang rendah terhadap pertumbuhan. Harusnya industri yang dikembangkan adalah yang berbasis teknologi dan memiliki nilai tambah.

"Lihat
angkatan kerja kita, profilny yaitu sekitar 50% tenaga kerja itu SD atau bahkan belum lulus SD. Artinya industry pengolahan labour intensive itu masih menjadi kebutuhan kita. Sektor jasa dan informal karena masih menjadi pilihan karena profilnya begitu," ungkapnya di Gedung Bappenas, Jakarta, Jumat (7/2/2014).

Menurut
Armida masalah ini harus diperbaiki secara perlahan. Indonesia masih memiliki kesempatan sekitar 15 tahun kedepan dengan melakukan perbaikan dari sisi keterampilan tenaga kerja.

"Kualitas
tenaga kerja itu harus ditingkatkan dengan pelatihan khusus. Untuk melatihnya kan perlu waktu lama. Jadi industry itu dibiarkan tumbuh terus," ujarnya.

Sementara
dari sisi lain, dilakukan perubahan secara mendasar dari pendidikan. Seperti dengan pembenahan kurikulum dan menjaga anak sekolah tidak cepat putus sekolah. Agar ada satu generasi pada 15 tahun mendatang dengan produktivitas terbaik.

"Jadi
pendidikan nyadisiapkan dan investasi untuk industry itu kita siapkan sebagai lapangan pekerjaannya nanti. Jadi seimbang. Kalau sekarang dengan banyak lulusan SD diubah jenis industrinya, yang terjadi itu senjang. Harusnya bertahap. Sejalan dengan kesiapan tenaga  kerja," papar Armida.

Ini
tentunya menurut Armida menjadi suatus kenario yang besar dan sistematis. Negara-negara lain pun juga menerapkan hal yang sama. Banyak yang sukses dan akhirnya menjadi Negara maju. "Lihat saja seperti China, Korea dan Taiwan," sebutnya.
        

JAWABAN


1.            A. Analisis Kualitas Pendidikan

        Dari artikel diatas dapat dianalisis tentang kualitas pendidikan yang ada di Indonesia. Pada dasarnya pendidikan di Indonesia merupakan upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Tetapi, realitasnya kualitas pendidikan di Indonesia dari dulu sampai sekarang masih rendah di bandingkan dengan negara-negara lain. Kualitas pendidikan rendah terjadi pada ranah pendidikan formal maupun informal.
Pendidikan formal merupakan proses pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Kualitas pendidikan formal yang rendah terbukti dari kualitas guru, sarana dan prasarana belajar, Peserta didik, dan kurang relevannya kurikulum.
Pertama, Kualitas guru saat ini kurang kompeten dan kurang profesional, banyak orang yang menjadi guru karena diterima jurusan lain yang tidak sesuai dngan bidang yang di miliki. Sehingga guru kurang mendalam dalam memberikan pengajaran pada peserta didiknya. Selain mata pelajaran juga pengalamn yang di dapat oleh guru mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Kedua, Sarana dan prasarana pembelajaran yang kurang memadai. Dalam penyediaan sarana dan prasarana yang kurang memadai menjadikan proses pendidikan terhambat. Ketiga. Peserta didik juga mempengaruhi terhadap kualitas pendidikan. Peserta didik yang kurang motivasi dalam pembelajaran. Sehingga peserta didik yang kurang berkualitas.  Keempat, kurang relevannya kurikulum. Kurikulum yang digunkanan tidak sesuai dengan kondisi pendidikan yang ada di Indonesia.
Sedangkan untuk pendidikan informal sendiri orang tua kurangnya memberikan  pembekalan pengetahuan dan kreatifitas pada anak sehingga tidak mempunyai pengetahuan yang luas. Karena di dalam setiap keluarga berbeda-beda, mungkin karena faktor pendidikan orang tuanya juga belum mengenal pendidikan formal jenjang tinggi, sehingga turun temurun pada anaknya dalam memperoleh pengetahuan.
Dari artikel diatas sudah jelas bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah. Proses pendidikan yang tidak sesuai dengan kondisi realitasnya. Bahwa pendidikan sangat penting untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan Sumber Daya Manusia. Bukan hanya dari pendidikan formal tetapi informal juga mempengaruhi kualitas Sumber Daya Manusia. Dalam pendidikan informal juga menentukan pengetahuan seseorang. Proses pendidikan yang tidak maksimal dan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan mengakibatkan out put nya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan pada sektor Industrialisasi. Padahal pada sektor pembangunan membutuhkan Sumber Daya Manusia yang memang harus bisa dan siap untuk membangun sektor industrialisasi lebih maju. Sehingga tak perlu waktu lama dalam meningkatkan keterampilan atau pelatihan  khusus. Ini dibuktikan sekitar 50% tenaga kerja di Indonesia lulusan SD, bahkan tidak lulus SD.


B.  Analisis Relevansi Pendidikan
Pada dasarnya  tujuan pendidikan yang dijalankan oleh sekolah harus memiliki relevansi dengan  kebutuhan masyarakat saat ini maupun masa depan. Sedangkan  relevansi sendiri merupakan hal yang mengacu pada kebutuhan dan mampu memberdayakan masyarakat secara optimal. Pendidikan yang relevan idealnya harus mampu melahirkan manusia-manusia yang memiliki kompetisi yang sesuai untuk menjawab tantangan dan kebutuhan jaman.
Pengertian relevansi pendidikan yaitu masalah yang berhubungan dengan relevansi (kesesuaian) pemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah dengan kebutuhan masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Tetapi jika tidak terjadi relevansi maka akan menimbulkan dampak  pada berbagai sektor. Baik bagi perusahaan-perusahaan yang masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau pelatihan bagi calon karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki keterampilan kerja seperti yang diharapkan. Banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya.
Relevansi pendidikan dapat dilihat dengan mengikuti alur input-proses-output. Masukan (input) dalam komposisi tertentu yang diproses dengan metode tertentu akan membuahkan dua macam hasil, yaitu hasil jangka pendek (output) dan hasil jangka panjang (outcome). Input pendidikan terdiri atas kurikulum, siswa/peserta didik, guru/tenaga pendidik, sarana-prasarana, dana, dan masukan lain. Proses pendidikan meliputi seluruh proses pembelajaran yang terjadi sebagai bentuk interaksi dari berbagai input pendidikan. Hasil pendidikan (output) mencakup antara lain kemampuan peserta didik, yang dapat diukur melalui prestasi belajar siswa. Outcome pendidikan antara lain peningkatan mutu lulusan, yang dapat dilihat antara lain melalui jumlah lulusan yang melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya dan jumlah lulusan yang dapat bekerja. Dengan demikian, mutu input dan mutu proses merupakan faktor penentu mutu hasil, baik yang berupa hasil jangka pendek maupun hasil jangka panjang.
Diharapkan luaran pendidikan dapat mengisi semua sektor pembangunan yang beragam seperti sektor produksi, sektor jasa, dan lain-lain. Baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas. Jika dari sistem pendidikan menghasilkan luaran yang dapat mengisi semua sektor pembangunan baik yang saktual (yang tersedia) maupun yang potensial dengan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.
Tetapi dalam kasus ini, tidak sesuai dengan relevansi pendidikan yang ada. Karena sekolah belum mampu memberdayakan masyarakat secara optimal. Apalagi masalah relevansi lebih terlihat saat banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan pendidikan di atasnya. Harus adanya keseimbangan antara input, proses dan out put. Jika input bisa dilakukan dan dilaksanakan dengan baik pastinya juga prosesnya dilakukan dengan baik, sehingga meghasilkan out put yang berkualitas. Tetapi hal ini tidak sesuai dengan relevansi pendidikan, bisa di lihat dengan adanya 50% tenaga kerja di Indonesia lulusan SD bahkan tidak lulus SD. Kurangnya pendidikan yang layak untuk calon pekerja yang hanya lulusan SD, mereka tidak mempunyai keterampilan yang lebih karena pengetahuan mereka terbatas pada Sekolah Dasar saja. Karena untuk mendapatkan keterampilan yang lebih spesifik seseorang harus melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.


  1. Implementasi Kurikulum Pendidikan Di Indonesia Dari Masa Ke Masa
Pembuatan kurikulum  melalui tiga masa yaitu pada masa awal kemerdekaan atau masa orde lama, Kurikulum pada masa orde baru, Kurikulum masa reformasi. Kurikulum pada masa awal kemerdekaan atau masa orde lama ada tiga kurikulum. Pertama, kurikulum 1947 dalam isi kurikulum ini dilandasi dengan semangat zaman dan suasana kehidupan berbangsa, pendidikan pada masa ini lebih menekannkan kepada pembentukan karakter manusia Indonesia yang telah merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain. Kedua, Kurikulum 1952 ini pemerintah Indonesia melalui kementrian pendidikan pengajaran dan kebudayaan menerbitkan buku pedoman kurikulum SD yang lebih merinci setiap mata pelajaran kemudian diberi nama Rencana Pelajaran Terurai 1952 yang berfungsi membimbing para guru dalam kegiatan mengajar di SD. Ketiga, Kurikulum 1964 diberi nama Rencana pendidikan 1964 ciri dari kurikulumini adalah bahwa pengetahuan akademik untuk pembeljaran pada jenjang SD, sehingga pembelajran dipusatkan pada program Pancawardhana.
Kurikulum pada Masa Orde Baru ada pembentukan empat kurikulum. Pertama, Kurikulum 1968 dari tujuan pembuatan kurikulum ini yaitu untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragam. Kedua,  Kurikulum 1975 yang bertujuan memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu sistem yang meliputi komponenkomponen tujuan pembelajran, bahan ajar, alat pelajaran, alat evalusai dan metode pengajaran.  Ketiga, Kurikulum 1984 berorientasi kepada tujuan instruksional yang di dasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu beljar yang sangat terbatas di sekolah harus benar fungsional dan efektif. Kelima, Kurikulum 1994 berisi dengan sistem catur wulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberik kesempatan bagi siswa unruk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Kurikulum pada masa reformasi ada 3 Pembentukan kurikulum. Pertama, Kurikulum 2004 lebih dikenal dengan kurikulum Berbasis kompetensi (KBK), menitik beratkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performan yang telah ditetapkan. Kedua, Kurikulum 2006 (KTSP), tujuan kurikulum ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondidi dan potensi daerah, suatu pendidikan dan peserta didik yang mengacu pada bagian satuan pendidikan SD/MISDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB dan SMK/MAK. Ketiga, Kurikulum 2013 atau di sebut K13, tujuan pembuatan kurikulum ini untuk melatih kemandirian ssiswa dengan pendidikan karakter.
Dari pembentukan kurikulum dari masa ke masa sudah mengalami perkembangan. Pembentukan kurikulum disesuaikan dengan pergantian pemimpin. Setiap pergantian kepemimpinan maka pembentukan kurikulum barupun terjadi. Tetapi pada nyatanya pembentukan kurikulum tidak sesuai dengan kondisi pendidikan yang ada di Indonesia. Karena dalam pembentukan kurikulum adanya aktor-aktor yang memasukkan kepentingan politik sehingga tidak serta merta melihat kondisi pendidikan yg ada. Tetapi dari implementasi kurikulum dari masa ke masa masih dibilang belum bisa  menjadikan berkembangnya proses pendidikan dan output yang berkualitas. Meskipun pergantian kurikulum dilakukan dari masa ke masa bila implementasi tidak maksimal akan berdampak pada output dan pembangunan yang ada di Indonesia. Dari implementasi kurikulum pendidikan di atas bisa dilihat bahwa sekitar 50% pekerja yang ada di Industri yang kebanyakan lulusan SD atau tidak lulus SD. Jadi dalam implementasi kurikulum dari waktu ke waktu meskipun mengalami perubahan tetapi dalam realitasnya masih banyak orang yang bekerja tidak mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang cukup.

  1. Ketimpangan Sosial
Pendidikan merupakan hal yang penting di dalam kehidupan manusia. Pendidikan secara umum adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Salah satunya adalah Indonesia dalam upaya mencerdasakan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas sumber Daya Manusia. Tetapi di dalam suatu pendidikan harus mempunyai aspek yang mendukung dalam proses belajar mengajar yaitu, profesionalitas guru, adanya siswa yang hadir dengan baik, tercukupinya sarana dan prasarana pengajaran dan hal yang paling penting keefektifan pemilihan kurikulum yang sesuai dengan kondisi pendidikan yang ada di Indonesia.
Dalam kaitannya kurikulum dengan ketimpangan sosial bisa saja terjadi. Tetapi tidak akan menjadikan ketimpangan sosial bila tidak adanya diskriminasi di dalam kurikulum tersebut. Ketimpangan kurikulum terjadi bila pemberlakuan kurikulum yang masih simpang siur. Ada yang memberlakukan kurikulum sebelumnya dan memberlakukan kurikulum yang ada sekarang. Sehingga tidak semua lembaga pendidikan mempunyai kurikulum yang sama. Hal ini berdampak pada output yang dihasilkan dari sekolah yang berbeda kurikulumnya. Karena dengan adanya ketimpangan sosial akan mengakibatkan out put dalam peserta didik tidak merata dan  tidak sesuai yang diharapkan.  Ini bisa dilihat dari  50% pekerja yang ada di Industri yang kebanyakan lulusan SD atau tidak lulus SD. Mereka bagian dari ketimpangan kurikulum yang tidak efektif. Sehingga keterampilan dan pengetahuan  yang di dapatkankan pun berbeda.

           
  1. Wajib belajar 6 atau 9 tahun
Peran pendidikan dalam peningkatan produktivitas nasional, kualitas sumber daya manusia. Pendidikan akan meningkatkan dan atau mempertinggi kualitas tenaga kerja, sehingga memungkinkan tersedianya angkatan kerja yang lebih trampil, handal, dan sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional. Sehingga, hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utamadalam program pembangunan nasional mereka. Sumber daya manusia yang bermutu, yang merupakan produk pendidikan, merupakan kunci keberhasilan pembangunan suatu negara. Oleh sebab itu pemerintah republik indonesia secara terstruktur melaksanakan program wajib belajar 6 tahun yang secara resmi dirancang pada tahun 1984 dan melanjutkan dengan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang dimulai pada tahun 1994.
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun diharapkan mampu mengantarkan manusia pada pemilikan kompetensi Pendidikan Dasar, sebagai kompetensi minimal. Kompetensi Pendidikan Dasar yang dimaksud, mengacu pada kompetensi yang termuat dalam pasal 13 UU No. 2/1989 yaitu kemampuan atau pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.
Pelaksanaan wajib belajar 6 tahun maupun 9 tahun secara umum bertujuan untuk: 1) memberikan kesempatan setiap warga negara tingkat minimal SD dan SMP atau yg sederajat, 2) setiap warga negara dapat mengembangkan dirinya lebih lanjut yang akhirnya mampu memilih dan mendapatkan pekerjaan yng sesuai dengan potensi yang dimiliki, 3) Setiap warga negara mampu berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, dan memberikan jalan kepada siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Dalam pembentukan kurikulum wajib belajar 9 tahun pada tahun 1994 sebenarnya tidak sesuai dengan kondisi pembangunan di Indonesia. Karena pada Masa Orde Baru berbeda dengan masa Reformasi. Pada kurikulum wajib belajar 9 tahun kurang efektif digunakan, karena pendidikan dasar hanya mengenalkan ilmu-ilmu pengetahuan yg hanya sebatas pengetahuan umum, tanpa memperoleh keterampilan. Sehingga dalam outputnya pun tidak sesuai dengan proses pembangunan yang ada di Indonesia. Meskipun sekarang sudah wajib belajar 12 tahun, tetapi dalam kurikulum 1994 masih berlaku pada orang yang dibilang ekonominya rendah. Dibuktikan dengan adanya 50% pekerja yang ada di Industri yang kebanyakan lulusan SD atau tidak lulus SD. Sehingga menjadikan perkembangan industrialisasi masih rendah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar