Sabtu, 02 April 2016

Agama dan Politik



Nama   :Mutoharoh
NIM    :13040564056
Kelas   :B/ 2013
Prodi   :S1 Sosiologi



Agama dan Politik

            Agama dan Politik merupakan dua hal yang berbeda. Tetapi kedua hal tersebut tidak bisa di pisahkan dalam realita sekarang. Agama merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Agama juga merupakan fenomena universal karena ditemukan di setiap masyarakat. Pada dasarnya agama telah ada sejak zaman prasejarah,yang dimana saat itu orang sudah menyadari bahwa ada kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya yang bisa dikontrol, dan kekuatan tersebut bahkan mempengaruhi kehidupan. Sedangkan politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dan masih banyak definisi dari pengertian politik. Pada umumnya proses penentuan dan pelaksanaan tujuan-tujuan politik di suatu negara. Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik. Politik menyangkut berbagai kegiatan termasuk kegiatan partai politik dan kegiatan individu demi kepentingan bersama.
            Tidak di pungkiri bahwa adanya keterkaitan agama dengan politik. Berbagai fenomena yang terjadi di berbagai belahan dunia menunjukkan keterkaitannya tersebut. Mengenai pengkajian antara agama dan politik sebenarnya menyangkup area sangat luas. Sekarang ini tidak sedikit Negara yang yang menggunakan institusi agama untuk kepentingan-kepentingan politiknya. Pada skala mikro, banyak politisi (calon politisi) yang menggunakan agama untuk meraih sumber daya politik seperti yang terjadi dalam peristiwa pemilihan umum di Indonesia. Sehingga munculnya gerakan-gerakan sosial berbasis agama merupakan fenomena lain yang menunjukkan keterkaitan agama dengan politik. Gerakan-gerakan sosial tersebut diinspirasi oleh kepercayaan yang memiliki kepentingan politik. Jadi gerakan-gerakan sosial seperti ini penuh dengan muatan politik.
            Dalam konsepsi sebagian besar masyarakat Indonesia, kehidupan politik juga seharusnya dilandasi oleh niali-nilai agama. Konsepsi ini agak berbeda dengan politik di negara Barat yang memisahkan secara tegas antara politik dan agama. Politik dan posisi-posisi politik harus dipisahkan secara tegas dengan agama. Konsepsi ini menghendaki agar pemimpin agama tidak terlibat dalam politik praktis. Mengkaji masyarakat Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari faktor negara atau politik. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam merupakan faktor berpengaruh terhadap politik. Ada dua alasan mengapa hal ini terjadi. Pertama, karena secara kuantitas umat Islam di Indonesia merupakan mayoritas. Kedua, karena adanya pemikiran dalam umat Islam sendiri bahwa memang Islam dan politik tidak dapat dipisahkan.
            Dapat dikatakan bahwa politik berbuah dari hasil pemikiran agama agar tercipta kehidupan yang harmonis dan tentram dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan oleh sikap dan keyakinan bahwa seluruh aktifitas manusia, tidak terkecuali politik, harus dijiwai oleh ajaran-ajaran agama, disebabkan oleh fakta bahwa kegiatan manusia yang paling banyak membutuhkan legitimasi adalah bidang politik, dan hanya agamalah yang dipercayai mampu memberikan legitimasi yang paling meyakinkan karena sifat dan sumbernya yang transcendent
            Dari penjelasan di atas bisa dikaitankan dengan teori yang sudah dipelajari di Sosiologi Agama yaitu Teori yang dikemukakan oleh Jose Casanova yang merupakan sosiolog agama berkembang di Spanyol. Casanova dikenal dengan tesis dimensi publik agama dalam dunia kontemporer. Casanova juga mengidentifikasi bahwa agama-agama masyarakat kontemporer dunia memiliki empat ciri umum. Pertama, identitas agama lebih bersifat volunter dari pada identitas yang terberikan (ascribed). Individu memilih komunitas agama yang diinginkan, selanjutnya bertanggung jawab terhadap agama dan kepercayaan. Kedua, komunitas agama global merupakan komunitas besar yang dibayang (imagined). Media dan teknologi memungkinkan orang berfikir tentang dirinya sendiri sebagai bagian komunitas penganut agama di seluruh dunia yang tidak pernah ditemuinya. Selanjutnya, setiap agama dunia memiliki ciri dengan membandingkan dari bagian-bagian internalnya.
            Terdapat bukti yang cukup meyakinkan yang mengindikasikan pentingnya peran agama. Tesis privatisasi Casanova menyebutkan proses tersebut dengan de-privatisasi agama. Istilah tersebut menunjukkan proses bahwa agama menghilang dari ruang prifat menuju kancah berdebatan dan legitimasi ruang publik. Agama mendukung hak-hak dan kebebasan atau mempertahankan bentuk-bentuk tradisional urusan birokratis. Casanova menyatakan bahwa absennya agama dalam urusan publik hanyalah mitos. Ketika agama tidak mempunyai legitimasi hak regulatif, agama tetap mempunyai kekuatan publik. Tradisi diseluruh dunia menolak peran marginal dan privat agama. Buktinya tokoh-tokoh hak sipil bermetamorfosis menjadi aktivis antiaborsi dan pemimpin agama terus memainkan peran nyata dalam urusan publik baik di Amerika Serikat maupun di seluruh dunia, umat beragama dan kelompok-kelompok tertentu melibatkan diri sacaara aktif dalam urusan politik. Selain itu, banyak orang yang mengaitkan preferensi politiknya dengan agenda agama.
            Agama publik menurut Knoblauch mentrandensikan batas antara ruang publik dan privat mulai dari mistikisme individual hingga dominasi terorganisasi dan mulai dari organisasi yang mapan hingga organisasi insidental. Agama publik mempunyai makna bahwa agama dipolitisasi, bagian dan/atau aktor terlibat dalam perdebatan politik yang selama ini tidak menjadi perdebatan partai politik, legislator, maupun kalangan eksekutif. Lebih dari itu agama dimainkan dan memainkan peran penting dalam perang melawan rasisme setelah berakhirnya perang dingin.  Munculnya entitas politik baru berbasis agama, seperti negara Demokratik, Polandia, Bosnia, atau Kroasia merupakan elemen utama legitimasi agama.  
Kemudian tidak terlepas dari Antonio Gramsci mengenai teori Hegemoni. Teori ini merupakan penguasaan dengan kepemimpinan moral dan intelektual secara konsensual. Pada kasus tersebut adanya hegemoni yang dilakukan oleh pemimpin pada masyarakat. Berdasarkan pemikiran Grmasci dapat dijelaskan bahwa hegemoni merupakan suatu kekuasaan atas nilai-nilai kehidupan, norma, maupun kebudayaan sekelompok masyarakat yang akhirnya berubah jadi doktrin terhadap kelompok-kelompok masyarakat lainnya yang mana kelompok yang di dominasi tersebut secara tidak sadar mengikutinya. Kelompok yang di dominasi oleh kelompok lain (penguasa) tidak merasa ditindas dan merasa itu sebagai hal yang seharusnya terjadi.
            Dalam relialitanya terdapat di Negara Indonesia mengenai legitimasi agama yang berbasiskan politik. Apalagi mayoritas agama Islam, adanya umat Islam sendiri di Indonesia mulai mengambil langkah dengan jalan meduduki suatu kekuasaan di Pemerintahan. Hal ini sangat berguna, karena ketika suatu umat dapat menduduki di dalam posisi pemerintahan, maka segala kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan yang diambil akan menguntungkan dan dapat mensejahterakan kaumnya dengan memberi hak yang sama kepada kaum yang lain. Salah satu langkah yang diambil oleh umat Islam sendiri sejak jaman penjajahan hingga sekarang adalah dengan membentuk Partai Politik. Sehingga memunculkan banyak terdapat partai-partai politik yang beratas namakan islam, misalnya PKB(Partai Kebangkitan Bangsa), PKS (Partai Keadilan Sejahtera) dan Partai PPP(Partai Persatuan Pembangunan) yaitu gabungan dari empat partai keagamaan yaitu Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai serikat Islam Indonesia (PSII), Perti, Permusi. Sehingga tidak dipungkiri lagi banyak aktor yang mengatasnakamakan salah satu partai dengan tujuan pribadi dan partainya. Dan meskipun diusung oleh partai politik berbasiskan agama tetapi masih saja ada korupsi di dalam partai tersebut. Sehingga seolah-olah agama yang soroti bukan politiknya.
Salah satu kasus dengan adanya peran politik dengan Kyai yang ada di Pondok Pesantren. Salah satu kasus tersebut menyinggung Kyai mencalonkan menjadi anggota DPR yang mana beliau diusung salah satu partai politik yang akan melakukan pemilihan umum. Partai tersebut adalah PKB, beliau sangat terdukung partai politik tersebut sehingga sebelum pemilihan berlangsung memberikan fatwa-fatwa politik beliau yang secara umum melalui barbagai macam cara, diantaranya adalah diselipkan disetiap pengajian yang beliau lakukan setiap pagi yang selanjutnya disiarkan langsung melalui dua media masa yakni radio dan televisi yang dimiliki oleh pondok pesantren. Dalam fatwa-fatwanya beliau mengajak jama’ah dan santrinya untuk mendukung beliau di partai PKB agar mampu unggul di dunia politik, dan memenangkan pemilu. Karena banyaknya jama’ah dan santri menjadikan kegiatan politik yang disampaikan oleh beliau sangat bagus, apalagi dikaitkan dengan agama.
Dalam kegiatan yang dilakukan oleh Kyai tersebut, selaku sebagai pemimpin pondok pesantren dan pendukung dari partai PKB dalam melakukan hegemoni pada santrinya sangat bagus. Dari satu sisi beliau sebagai pemimpin yang harus memberikan contoh yang baik, dan memberikan pesan-pesan agama mana baik dan mana yang buruk. Sekarang tidak seidkit pesantren digunakan untuk melakukan kegiatan politik. Dalam kegiatan politik tidak lepas dari hegemoni dari pemimpin. Pemimpin yang baik tidak seharusnya melakukan hegemoni yang berkaitan dengan politik. Karena belum tentu yang dikatan dalam politiknya benar. Seharusnya elit partai agar tetap memberikan pandangan positif kepada peran seorang kyai dalam peta politik nasional, karena bagaimanapun juga kyai adalah figur yang tidak bisa dibantahkan eksistensi keberadaannya dalam dunia politik.
             Peran Pemimpin di dalam pondok pesantren adalah sebagai acuan dalam proses belajar agama yang mendalam. Ketika para santri dan jama’ah diberikan pembelajaran yang salah maka akan menjerumuskan mereka ke jalan yang tidak sesuai dengan perintah Allah. Berbeda lagi bila dalam pemilihan umum, sebenarnya santri mempunyai hak untuk memilih sesuai dengan hak mereka, tanpa harus adanya campur tangan dari Pemimpinnya. Meskipun begitu Pemimpin mempunyai peran untuk memberikan pandangan mana yang harus di pilih dan tidak dipilih. Tetapi bila Pemimpin tersebut sudah masuk ranah politik maka akan lebih mengutamakan kepentingan politik di partainya.


Sumber:
Haryanto, Sindung. 2015. Sosiologi Agama Dari Klasik Hingga Postmodern. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Goodman, J. Douglas dan Ritzer George. 2008. Teori sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.

2 komentar:

  1. Selamat malam, sy mau bertanya. Mengapa politik dan posisi-posisi politik harus di pisahkan secara tegas dengan agama ? Terima Kasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya untuk politik dan agama menurut saya sendiri sebagai orang sosial tidak bisa dipisahkan karena semua bergantung pada cara oknum tersebut mamakai keduanya. Sedangkan di masyarakat politik dan agama secara tegas keduanya dipisah, apalagi stereotype di masyarakat menganggap bahwa politik itu buruk.

      Hapus