Kamis, 22 Oktober 2015

Analisis Film "I NOT STUPID"



         Pada film I not Stupid ini digambarakan pada kehidupan dan perjuangan yang diperankan dari tiga anak laki-laki yang duduk di Sekolah Dasar yang memiliki latar belakang berbeda, dan mereka berasal dari keluarga yang status sosial ekonomi juga berbeda. Mereka adalah Liu Kok Pin, Ang Boon Hock, dan Terry Kho.
            Kok Pin merupakan anak dari seorang pekerja biro iklan yang begitu  sibuk dan selalu pulang larut malam. Ibunya selalu menuntut Kok Pin unggul di akademisi dan ketika harapan ini tidak tercapai, Kok Pin selalu dipukuli dengan rotan dan ibunya sendiri pun setres. Terry adalah anak pengusaha sukses yang suka main perintah dan begitu juga dengan ibunya yang selalu mengatur. Terry sangat dimanjakan oleh orang tuanya sehingga keadaan seperti ini membuat dia menjadi anak yang cengeng dan tidak mandiri. Sedangkan Boon Hock adalah murid yang pintar dan suka membantu ibunya berjualan di  warung mie milik keluarga.
            Mereka bertiga berada pada kelas yang sama yaitu EM3. Di Singapura, saat anak-anak berusia 12 tahun, mereka dikelompokkan dalam 3 kelompok EM1 (anka-anak yang memiliki kecerdasan yang tinggi), EM2 (anak-anak dengan dengan kecerdasan rata-rata), dan EM3 (anak-anak dengan kecerdasan dibawah rata-rata). Pembagian kelas tersebut berdasarkan kemampuan anak-anak dalam meguasai matematika dan ilmu pengetahuan, Kok Pin, Boon Hock, dan Terry tidak menguasai mata pelajaran seperti itu sehingga mereka digolongkan dalam kelas EM3, golongan anak-anak yang kurang berprestasi. Pada film ini adanya sistem stratifikasi sosial dengan penggolongan atau klasifikasi pada siswa yang berprestasi atau tidak. Kemudian juga masalah pekerjaan atau pendapatan orang tua mereka yang berbeda. Dengan pekerjaan orang tua yang bisa dibilang lebih layak maka siswa akan lebih berprestasi. Karena adanya sarana, prasarana yang mendukung dalam proses belajar.
Pada film ini juga  menekankan adanya bentuk proses belajar berbeda-beda antara satu siswa dengan siswa yang lain, dengan peran orang tua sebagai motivator dalam belajar. Di sekolah tersebut menganggap anak yang pintar adalah yang menguasai matematika dan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya yang sangat diinginkan oleh orang tua  agar mereka pintar dalam mata pelajaran matematika dan pengetahuan. Ketiga anak tersebut dianggap tidak berprestasi di sekolah karena tidak menguasai 2 mata pelajaran tersebut. Pada salah satu siswa yaitu, Kok Pin adalah anak yang memiliki bakat melukis. Tapi sayangnya bakat itu tidak berarti bagi sistem pendidikan disana. Kemudian juga di sekolah itu juga harus menguasai beberapa bahasa, yang paling ditekankan adanya bahasa Cina dan bahasa Inggris.
Film ini menggambarkan bagaimana tekanan yang harus diterima oleh anak-anak yang ada disekolah tersebut. Di sini lebih melihat anak dari kemampuan kognitifnya dengan menguasai beberapa mata pelajaran, dan disekolah ini pula meremehkan bakat yang terpendam dari siswanya. Sistem pendidikan di sekolah tersebut didasarkan klasifikasi berdasarkan kecerdasan kognitif di tambah lagi dengan orang tua yang memaksakan kehendak pada mereka. Hal itu di alami oleh Terry, anak orang kaya tapi teramat penurut pada ibunya, dan Kok Pin yang harus menerima sabetan rotan saat nilai ulangannya turun. Hasilnya Justru membuat Kok Pin semakin putus asa, sampai-sampai mencoba bunuh diri.   
                Pada Ekspektasi dan Nilai di dalam film tersebut tidak berjalan sesuai harapan, bagaimana seseorang siswa mencapai kesuksesannya kalau mereka tidak memiliki harapan untuk bisa mencapai kesuksesannya. Kemudian mereka sendiri mengangggap kalau hasil dari jerih payah mereka itu tidak dihargai, jadi mereka berfikir kalau apa yang mereka kerjakan tidak akan ada manfaatnya di mata orang lain. Ketika mereka sudah berusaha untuk menekuni mata pelajaran tersebut, tetapi masih saja nilainya belum mencapai yang diinginkan orang tua dan guru mereka.
            Film ini mencerminkan adanya stegma sosial yang terjadi di sekolah tersebut. Ketika mereka dianggap tidak menguasai mata pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan, mereka dianggap tidak sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan disekolah tersebut. Mereka seakan-akan dikucilkan dari lingkungan sekolah bahkan mendapat ejekan dari teman-temannya. Di film ini juga adanya Labeling yang mana mereka bertiga dianggap bodoh oleh gurunya, ketika mereka sudah berusahan semaksimal mungkin untuk mendapatkan nilai yang baik, mereka tetap saja dianggap bodoh. Dari presepsi guru maka akan menyebar pada siswa-siswinya.
Perlu adanya penciptaan lingkungan kondusif dalam belajar. Pada film ini dalam proses pembelajarannya pun kurang menyenangkan. Kemudian penyampaian pelajarannya pun kurang menarik, Seharusnya guru mengerti kondisi kelas dan karakter siswa-siswinya. Dengan suasana dan cara mengajar guru dalam menyampaikan pelajaran yang berbeda akan memotivasi siswa untuk belajar lebih baik. Tetapi pada akhirnya ada seorang guru yang bisa menciptakan iklim psikologi yang efektif dengan memberi  motivasi dan semangat dalam belajar.
Kemudian tidak adanya strategi-strategi Asesmen di kelas. Asesmen adalah suatu proses mengamati sebuah sampel dari prilaku seorang siswa dan mengambil kesimpulan tentang pengetahuan dan kemampuan siswa tersebut. Di dalam film guru mengenmbangkan asesmen performa, guru melihat keterampilan siswa secara tidak tertulis. Yaitu penilaian terhadap bakat yang dimiliki oleh Liu Kok Pin. Kemudian guru juga mengembangkan asesmen yang dikembangkan sendiri oleh guru, asesmen tersebut digunakan untuk membantu meningkatkan pengajaran yang dapat memberikan motivasi terhadap siswa juga meningkatkan kemampuan kognitifnya.
                Jadi pada film ini bahwasanya dalam memperoleh pendidikan wajib adanya, dengan mencerminkan kemampuan kognitif yang berbeda-beda. Dalam pendidikan juga tidak terlepas dari peran orang tua maupun guru dan lingkungan. Pada film ini juga mengingatkan kita semua bahwa setiap anak memiliki kecerdasan sendiri-sendiri, kalau bisa kecerdasan mereka kita dukung dan kita kembangkan. Mereka tidak boleh dikucilkan maupun dipinggirkan, apalagi merampas hak pendidikannya, hanya karena gagal dalam ujian matematika atau mata pelajaran lainnya. Sesungguhnya tidak ada anak yang bodoh.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar